Romo Mangun? Siapakah? Mengapa perlu dikenang?














Hampir 18 tahun sejak kematiannya, namun pemikirannya masih banyak dibahas dengan hangat. Pengakuan atas kerja kerasnya pun diakui oleh dunia.Apa sajakah ?Mari kita telaah beberapa karyanya.  Dimulai dengan novel Burung-burung Manyar, novel ini diakui dunia dengan diterimanya penghargaan South East Asia Writer Award. Menyusul, Kali Code salah satu karya legendnya mendapat penghargaan Aga Khan Award for Architecture 1992. Penghargan tertinggi bidang arsitektural, ditujukan untuk mendanai dan mengapresiasi desain terpilih. Terakhir, Sendangsono yang mendapat pengharagaan IAI(Ikatan Arsitektur Indonesia). Apa sepantas itu beliau dikenal? Mari berkenalan dengan beliau dan juga karyanya!
Sebelum dimulai perjalanan kita, intermezzo sedikit. Sebenarnya baru-baru ini saya mengetahui sosok beliau setelah lama tiada. Saya mengetahui keistimewaan beliau ketika berkuliah.  Saat itu saya berada pada semester  3. Pak Ronny A., dosen pada saat itu menceritakan tentang Guna dan Citra pada desain. Teori ini diambil dari buku Romo Mangun “Wastu Cita”. Salah satu kitab wasiat arsitek Indonesia berisi konsep dasar arsitektur universal dan arsitektur Indonesia. Setelahnya saya kembali mempelajari di semester 7, tepatnya di kelas teori arsitektur. Saat itu dosen saya Prof. Lilly dan teman menceritakan sekilas karya beliau dan saya tertarik.
Mungkin tidak pernah bertemu dengan beliau, tapi pribadi dan karyanya membuat saya terkagum.  Mengapa? Pertama,seorang penulis. Ia menciptakan novel, puisi, cerpen selalu sarat dengan makna. Semua ditulis dengan alasan-alasan untuk membangun bangsa. Sentilannya kadang mengihiasi surat kabar saat itu, menertawai dan mengkrtik. Kritikan diberikan membangun bangsa yang ia sebut “Negeri yang unik”. Kedua Seorang sahabat bagi semua orang, tua sampai muda, miskin atau kaya, lelaki atau perempuan tidak pernah dibedakan. Ia akan rendah hati meluangkan waktu walau hanya berdiskusi dengan sekelompok mahasiswa. Ketiga pembela orang miskin. Hal ini merupakan suatu yang biasa, jika mendengar Nama Romo mangun masyarakat akan terigat tentang kali code, kedungombo. Tempat ia pernah membantu masyarakat disana. Dibangunnya kampung-kampung dan mental para penghuninya. Yang akhirnya pula menerjukan ia menjadi seorang guru. Membangun sekolah percobaan, membina guru-gurunya, dan ikut mengawasi jalannya belajar- mengajar. Keempat, seorang arsitek.Ia merupakan bapak arsitek modern di Indonesia yang humanisme. Selain itu seorang pencipta buku pegangan arsitek. Selain itu setiap karyanya relevan dan mulai diikuti oleh para arsitek muda. Sungguh mengagumkan! Karena itulah saya ingin membahas sedikit tentang beliau dan sepenggal-penggal karya beliau yang dikagumi banyak orang. Karyanya mampu menyentuh semua kalangan secara tuntas. Selain itu, bersahaja jauh dari kesan hingar bingar Romo menciptakan karyanya. 
Yusuf Bilyarta Mangunwijaya lahir pada 6 Mei 1929 di Ambarawa, Jawa Tengah. Ia seorang anak sulung dari sebelas bersaudara. Saat kecil ia sering dipanggil dengan sebutan Mas Ta. Mas Ta kecil sudah memiliki sikap disiplin yang tinggi. Di saat itu ia bercita-cita menjadi seorang arsitek. Namun sang Ibu menggadhang-gadahang menjadi seorang imam. Sampai ia pernah mendapat alat permainan yang digunakan untuk “misa-misahan”, dimana ia menjadi iman dan adiknya menjadi umat.
Pendidikan  beliau dimulai pada tahun 1936 di HIS Fransiscus Xaverius, Magelang. Lalu meneruskan di STM Jetis. Pada masa ini ia juga aktif dalam prajurit tentara pelajar. Dimasa ini ia juga pernah secara bergrilya menjadi supir pengantar makanan Jendral Soeharto. Lalu suatu hari kehidupannya berubah 180 derjat ketika ia menghadiri sebuah perayaan di lapangan. Saat itu seorang mayor berpidato “Kami sudah membunuh, membakar, berlumuran darah, dan melakukan hal-hal kejam. Kami ingin menjadi normal kembali. Kami minta tolong”. Karena pidato ini Mangun berpikir ulang untuk menjadi tentara. Ia tau  jika membunuh memang dosa yang besar. Akhirnya ia terpanggil menjadi Pastor. Lalu menyusul di tahun 1959 ia ditahbiskan. Di tahun yang sama, 1959 ia meneruskan berkuliah di teknik arsitektur ITB. Pada 1960 ia melanjutkan mendalami arsitektur di Rheinisch Westfaelische Technische Hochschule, Aachen, Jerman.Tahun 1966 ia kembali ke Indonesia dan mulai aktif membela kepentingan masyarakat. Romo meninggal 26 Februari 1999, saat ceramah dalam seminari di Jakarta.



Seorang penulis. Yap! Romo pernah menulis 20 buku baik fiksi dan non-fiksin. Salah satu yang bukunya berjudul Burung-burung Manyar. Merupakan salah satu karya sastranya yang paling dicari, buku ini telah diterjemahkan dalam bahasa Jepang, Belanda, dan Inggris. Atas karyanya ini ia mendapat penghargaan South East Asia Writer Award di Thailand dan penghargaan sastra se Asia Tenggara.
Penulisan Romo sampai diterbitkan mempunyai perjalanan yang panjang. Dalam esai “Pengakuan Seorang Amatir”(1984) yang saya kutip dari bukue.com, begini pengakuan romo:
... ketika dengan susah payah, dan buang-buang sekian banyak halaman, naskah percobaan saya baca kembali, terasalah bahwa
 hasilnya sama sekali tidak memuaskan, Bila ditanyakan novel ini mau omong apa, maka terasa hampalah ketika itu. Cerita berjalan, tetapi dangkal. Akhirnya, sesudah sekian tahun menulis, istirahat, baca ulang, kecewa, menulis lagi, buang ini, tambal itu, robek sini, tambal sana, masuk laci, baca ulang, masuk lagi, keluar lagi, diubah lagi sampai putus asa dan seterusnya, keluarlah suatu hasil yang memang ada ceritanya, tetapi macet pada halaman terakhir. Teto sudah bertemu dengan Larasati, nah lalu apa? Cinta segitiga? Kodian. Bertele-tele. Yang satu matu karena kecelakaan? Kodian lagi. Akhirnva yang absurd, semua mati? Saya tidak ingin menjadi imitator eksistensialisme Sartre maupun mengunyah kembali lakon Bharatayuda. ini harus novel Mangunwijaya. Tetapi lalu bagaimana?
            Seperti yang saya katakan. Karyanya menyentuh secara tuntas. Romo bukan orang yang mudah puas, ia tidak akan menerbitkan sesuatu sebelum ia yakin dan berani mempertanggungjawabkan. Semua dipikirkan, nama tokoh pun tidak hanya sebagai pengenal tetapi mengandung makna. Oke kita lanjutkan, sementara waktu dimasukannya naskah kedalam laci sambil ia mencari ide. Suatu hari tak disangka, namanya ide bisa datang darimana saja termasuk buku SD yang ditemukan diloakan. Dibukanya buku berbahasa Belanda itu dan ditemukan cerita tentang burung manyar. Ya seekor burung yang biasamya jadi buronan para petani. Mereka suka sekali memakan padi di sawah. Ketika musim kawin, sang jantan akan membuat sarang untuk menarik sang betina. Jika sarang diarasa tidak laku maka akan dihancurkan sendiri. Dimana Romo pun melakukan hal yang sama dengan merombak ulang karyanya.
Sekilas buku ini mengambil latar belakang zaman sebelum dan awal kemerdekaan. Bercerita tentang seorang tokoh Teto seorang anak tentara kolonial yang beruntung. Namun datangnya tentara Jepang ke Indonesia membuat kehidupannya berbalik 180 derajat. Jepang mempora-porandakan kehidupan keluarganya, ayahnya hampir dibunuh dan ibunya dipaksa menjadi gundik kempetai. Setelah Jepang menyerah tanpa syarat . KNIL kembali ke Indonesia. Rasa dendam membuat dirinya tergabung pada tentara KNIL milik Belanda. Yap mengikuti jejak sang ayah.  Namun, saat Belanda berhasil didorong mundur ia juga ikut lari. Tidak hanya soal individu, novel ini juga berisi romansa Teto dan Atik. Atik adalah seorang teman kecil Teto, dimana ia juga memendam perasaannya. Keputusan Teto untuk pergi membuatnya harus merelakan pujaan hatinya menikah dengan Janakatamsi. Kisah serunya dimulai ketika ia mengetahui adanya kecurangan dalam perhitungan komputer yang dilakukan Pasific Oil Wells Company yang banyak merugikan Indonesia. Dari sana ia bertekat membongkar manipulasi tersebut walau jabatannya disebuh perusahaan ditaruhkan. Kepulangannya ini sampai di telinga Atik. Ia dan suaminya pun datang menengok ke hotel. Setelah mereka tahu masalah pembongkaran tersebut, suamiAtik pun setuju membantu. Hal ini membuatnya ikut dipecat. Suatu saat Janakatamsi diberi pesan ayahnya untuk menunaikan ibadah haji, lalu pergilah ia dan Atik. Namun tanpa diduga pesawat mereka mengalami kecelakaan dan keduanya gugur. Atas permintaan ayah Jana dan keinginan dirinya, Seto pun mengambil hak asuh ketiga anak Atik.
“Bahasanya segar dan gurih... Isinya juga romantic penuh kelembutan dan kemesraan”. Komentar H.B. Jassin. Selain itu buku ini medapatkan rating 4.1 dari situs goodreads.com, dengan 2.879 responden. Bagaimana dengan kalian, apakah kalian suka atau tertarik membaca buku ini?



Mari beranjak ke karya beliau lainnya. Kampung Kali Code, sedikit, ini adalah salah satu karya beliau yang sangat menyentuh hati masyarakat dan para arsitek dunia. Sekilas balik, dahulu Kali Code hanya berisikan semak-semak alias masih alas. Lalu suatu saat tinggallah sekelompok pendatang. Mereka berisikan 20-30 orang . Kehidupan mereka liar, dekat dengan kriminalitas dan hidup di bawah jembatan. Komplitlah! Membuat mereka dijauhi masyarakat. Saat itu Romo yang tahu tergerak untuk menolong. Akhirnya Ia dan kepala warga melakukan pendekatan. Disana terjadilah dialog dimana Romo mendengarkan uneg-uneg dan memberikan solusi. Lalu dimulailah perjalanan kampung ini dari dialog hati ke hati.  
Menyentuh secara tuntas. Romo mulai pembangunan dengan menangani anggota yang paling membutuhkan, yaitu anak-anak. Dimana dibangunnya Rumah Balai Rukun Tetangga pengajaran bagi orangtua dan anak-anak membina masyarakat. Rumah ini berbentuk rumah panggung. Rumah panggung menjadi solusi pada tanah kontur dan drainase air.
Selain itu Romo mengkursuskan sesuai dengan keterampilan yang mereka inginkan contohnya penjahit, satpam, tukang las, dan lain-lain. Setelahnya mereka diberikan pekerjaan, dikoordinir oleh warga sekitar. Kebersihan dan kehidupan sosail kultural juga diajarkan Romo. Setelahnya masuk padapembangunan kampung. Pertama dibangun retainning wall  dengan material batu untuk menghindari erosi. Lalu dibangun rumah-rumah susun kecil yang terdiri dari beberapa kamar. Mereka yang tidak memiliki anak menempati satu unit dan mereka yang mempunyai anak menempati dua sampai tiga unit. Per hari mereka wajib membayar 50 rupiah yang diserahkan pada kas umum. Kas ini lalu digunakan untuk pemeilharaan rumah, sarana, dan prasarana.
Setelah pembangunan kampung selesai. Dimulailah pembinaan tentang kebersihan. Selain itu bekerja sama mahasiswa seni, dimulailah proses pengecatan kampung dengan cat warna-warni. Sebagai strategi pula agar wisatwan tertarik berkunjung. Yang selanjutnya populer beberapa tahun terakhir di beberapa kota seperti Malang, Semarang, Gresik, dll. Projek ini selesai pada tahun 1985. Sampai saat ini jika anda berkeliling maka akan ditemukan pula mural wajah romo bertuliskan “Kupercayakan Kepadamu” . Tak jauh dari sana juga terpampang Penghargaan Aga, hadiah untuk masyarakat disini.

 Namun menurut berita, sayang bangunan baru mulai melenceng dari tatanan Romo. Material baru, susunannya mulai berubah citra kampung. Tapi berita baiknya,mereka penduduk lama tetap memegang ajaran Romo Mangun. Pintu rumah diletakkan menghadap sungai. Kenapa? Menurut warga, sungai merupakan halaman mereka yang harus mereka jaga. Sehingga ketika melihat sampah mereka akan merasa risih dan membersihkannya. Cerdas menurut saya! Siapa yang akan berpikir cara itu dapat dipakai untuk mengajarkan masyarakat. Selain itu bangunan di cat warna-warni untuk membangun psikologi warga. Banyak lagi ajaran-ajaran beliau yang dipegang. Bagaimana pendapatmu tentang kampung kalicode?


            Yuk beranjak lagi pada karya Romo yang lain. Kali ini saya akan berbicara tentang Sendangsono, penerima IAI Award 1991. Jauh sebelumnya saya kuliah, sebenarnya saya pernah mengunjungi salah satu karya beliau  Sendangsono. Tepatnya saat saya masih mengenyam bangku SMP. Saat itu adalah hari terkahir kami saat berlibur ke Jogja. Sampainya disana banyak mobil terpakir, menandakan banyak wisatawan berkunjung .Disambut pula deretan toko souvenir yang hampir tutup.. Sampai di lokasi kami berdoa pada patung Bunda Maria. Setelah hujan mulai reda, kami berkeliling melihat-lihat kompleks Sendangsono. Sedangkan Ayah bercakap-cakap dengan salah satu pengurus. Setelah cukup lama disana kami tidak lupa mengambil air suci. Air suci ini dipercahaya dapat menyembuhkan penyakit dan baik untuk diminum. Setelahnya kami melanjutkan perjalanan untuk kembali ke penginapan sebelum semakin malam
Sendangsono berada di desa Bajaroyo, kecamatan Kalibawang, kabupate Kulon Progo,Yogyakarta. Sendangsono adalah tempat bersejarah, tempat dipermaandikannya generasi Katolik di kali bawang dan Muntilan. Tempat dimana Van Lith, SJ dimana ia mulai cikal bakalnya. Tempat ini merupakan destinasi tempat perziarahan bagi umat katolik. Lalu pada tahun 1972, diabangunlah kompleks tempat ziarah. Ya kompleks ini dibangun karena tidak mampu menampung peziarah yag semakin banyak. Pembangunan lalu diserahkan pada Romo Mangun.
Menyentuh secara tuntas . Kompleks ini tidak sekedar jadi, Romo punya alasan dan makna di setiap pembuatannya. Kompleks dibagi menjadi 3 area sesuai dengan adat Jawa. Yaitu jalan masuk, pelataran, dan sakral atau biasa di Jawa dikenal pendapa, pringgitan, dan omah njero. Ketika anda sampai seperti bangunan umum lain, akan menemui area parkir. Tak terlalu luas namun terparkir ribuan mobil setiap tahunnya. Lalu perjalanan  dapat dilanjutkan dengan berjalan kaki.  Jalan aspal keras yang  mendaki naik akan menyambut.. Tidak cukup jauh tapi cukup melelahkan. Sambil menikmati perjalanan kita dapat menengok ke dalam toko aksesoris pada kanan dan kiri jalan. Toko-toko itu menjual rosario, patung-patung, gantungan kunci, tempat air,dll. Setelah beberapa lama sampailah di jalan masuk yang ditandai dengan jalur jalan salib. Jalan salib mempunyai tujuan untuk merenungkan kembali sengsara Yesus dalam menebus dosa manusia. Berisi 14-15 pemberhentian perjalanan Yesus Kristus mulai dari menerima hukuman mati sampai bangkit dari kematian. Biasa jalan salib diadakan oleh umat katolik menjelang paskah pada hari jumat adven.  
Lalu jika meneruskan akan sampai ke pelataran. Disini terdapat beberapa bangunan rumah panggung. Tempat dimana para peziarah yang lelah mengikuti jalan salib dapat beristirahat. Yang terkahir adalah  area sakral,  merupakan area utama Sendangsono. Area Utama terdiri dari dua bagian yaitu  bagian pelataran dan sakral. Dibagian sakral diberi warna merah dan putih. Warna merah melambangkan keberanian dan tanda Roh Ilahi dan wara putih melambangkan kesucian. Disini terdapatpatung Bunda Maria dan Kapel Trinitas. Tempat yang isimewa dimana Patung Bunda Maria persembahan ratu Spanyol diletakkan. Dilindungi batu-batu kali yang disemen dan berjejer rapi. Didepannya akan ditemukan segerombol orang berdoa, khusyuk berbicara pada Sang Bunda Allah. Lilin doa yang biasa diletakkan persis dibawah patung dipindahkan ke bagian kanan patung, agar tidak merusak patung.
Tak jauh dari Gua Maria akan ditemui Kapel Tritunggal Maha Kudus yang berbentuk Rumah Joglo. Atapnya bersusun tiga lapis yang melambangkan Trinitas. Trinitas dalam umat Katolik melambangkan Satu Tuhan dalam tiga pribadi ( Allah Bapa, Allah Putera, dan Allah Roh Kudus). kapel Maria yang berada dipojok. Kapel ini melambangkan kandungan seorang Ibu. Sebagai pengenal kapel akan didapatkan susunan batu-batu kali, dengan jendela-jendela berbetuk lingkaran. Jika masuk ke dalam akan ditemui lorong panjang. Terdiri dari altar dengan patung Bunda Maria sebagai sentral dan deretan bangku-bangku panjang berjejer. Kita juga dapat melihat ketiga belas kolom yang berisi tulisan Doa Salam Maria. Melanjutkan berjalanan keluar akan ditemui salib milenium berdiri kokoh di luar. Salib dipasang di tahun 2000 sebagai tanda dimulainya milenium ketiga. Mari berkeliling lagi, kali ini menuju Kapel Para Rasul yang berada di sebelah utara Gua. Atap dari kapel berbentuk tiga menara, di setiap menara terdapat empat menara kecil sehinggga berjumlah 12. Tiga menara melambangkan pedoman hidup para rasul hal yaitu Jumlah ini sesuai dengan jumlah rasul Yesus. Bangunan dikelilingi dengan ampliteater, tempat duduk para peziarah.
Menyatu, bangunan menjadi bagian dari alam dan sarat dengan makna begitu pula bagian luarnya.  Susunan bebatuan kali mudah didapatkan di daerah sana, karena meruapakan material alam maka akan terlihat menyatu. Lalu kita membahas bagian paving. Paving jalan disusun secara zig-zag dipandang dari bagaimana manusia melangkah. Sederhana namun indah, gelap-terang kehidupan yang saling bergantian. Lalu jembatan-jembatan. Jembatan menjadi perantara menuju air suci. Jembatan dikaitkan dengan peristiwa Kana (Yohanes 2: 1-11). Disana diceritakan Maria meminta tolong Yesus merubah air menjadi anggur. Mempunyai makna hidup akan dipenuhi lika-liku dan Maria sebagai perantara menuju air kehidupan. Damai dan khusyuk. Sederhana namun tidak sederhana adalah kesan saya pada salah satu karya Romo Mangun ini. Bagaimana menurut kalian? Setujukah?

Semasa hidupnya ia pernah penjadi aktivs, pastor, arsitek, dosen, dan seorang penulis. Karya-karyanya yaitu:
Arsitektur
-          Kompleks Perzirahan Sendangsono
-          Gedung Keuskupan Semarang
-          Markas Kowilhan II
-          Rumah Kediaman Arief Budiman
-          Perpustakaan UGM
-          Pertapaan Trapistin Bunda Pemersatu Gendowo Bonyolali
-          Gereja Katolik St. Maria Assumpta
-          Gedung Bentang Budaya Kompas-Gramedia
-          Kediaman Romo Mangun(Wisma Kuwera)
-          Seminari Anging Mammiri
-          Kompleks Pemukiman Kali Code
-          Gereja St. Albertus Agung Jetis
-          Gereja Katolik Cilincing Jakarta
-          Wisma Unio Sangkalputung
-          Kampus Universitas Surabaya
-          Gereja St. Lukas
-          Wisma Sang Penebus
-          Gereja St. Maria Fatima
-          Gereja St. Maria Sapta Duka
-          Gereja Salib Suci
-          Gereja Deyangan
-          Kapel di Panti Semedi
-          Altar Gereja Muntilan
-          Gereja St. Theresia Salam Jombor
-          Gereja St. Yusuf
-          Gereja St. Petrus
-          Gereja Mandongan

Buku dan Tulisan
-          Balada Becak (1985)
-          Balada dara-dara Mendut, novel, 1993
-          Burung-Burung Rantau, novel, 1992
-          Burung-Burung Manyar, novel, 1981
-          Di Bawah Bayang-Bayang Adikuasa, 1987
-          Durga Umayi, novel, 1985
-          Esei-esei orang Republik, 1987
-          Fisika Bangunan, buku Arsitektur, 1980
-          Gereja Diaspora, 1999
-          Gerundelan Orang Republik, 1995
-          Ikan-Ikan Hiu, Ido, Homa, novel, 1983
-          Impian Dari Yogyakarta, 2003
-          Kita Lebih Bodoh dari Generasi Soekarno-Hatta, 2000
-          Manusia Pascamodern, Semesta, dan Tuhan: renungan filsafat hidup, manusia modern, 1999
-          Memuliakan Allah, Mengangkat Manusia, 1999
-          Menjadi generasi pasca-Indonesia: kegelisahan Y.B. Mangunwijaya, 1999
-          Menuju Indonesia Serba Baru, 1998
-          Menuju Republik Indonesia Serikat, 1998
-          Merintis RI Yang Manusiawi: Republik yang adil dan beradab, 1999
-          Pasca-Indonesia, Pasca-Einstein, 1999
Dll

 Sumber Pustaka
http://www.akdn.org/ru/architecture/project/kampung-kali-cho-de
(ilmubahasa.net)

https://id.wikipedia.org/wiki/Y.B._Mangunwijaya

Komentar

Posting Komentar

Postingan Populer